Entah kenapa hati tergerak untuk nulis santai setelah sekian lama hibernasi dari dunia blogging. Di suatu sore yang tenang, pikiran ini entah melayang gatal ingin mengungkapkan suatu hal. Seketika jari-jari ini berlarian menyusuri papan keyboard. Mata fokus memandang hasil ketikan pada blogger editor. Semua tentang keresahan, kepenatan di dunia kerja. Saya memang bisa dibilang masih seumur jagung di dunia industri IT dalam negeri. Namun, cukup banyak tertancap dalam pribadi saya berbentuk pengalaman. Pengalaman pahit manis.
Tidak Semua yang Kamu Pikirkan, Harapkan akan Terealisasi di Dunia Kerja Nyata
Sebelum memutuskan memasuki dunia industri software berbasis software house, saya hanyalah seorang freelancer. Cari project sederhana dari teman-teman atau kenalan dimana skala softwarenya dapat dikategorikan sederhana. Tidak komplek dan nilai jual yang tidak seberapa. Oke, meskipun begitu saya sebisa mungkin menerapkan SOP dalam development. Apa itu SOP? Semacam tindakan standart agar perjalanan development lancar (tidak menyulitkan diri sendiri dan orang lain). Mulai dari menyiapkan version control, setting development local, komunikasi dengan orang lain (jika project berbasis team). Walaupun tidak sekomplek level enterprise, saya selalu berusaha menyiapkan segala sesuatunya agar berjalan lancar dan meminimalisir hal-hal yang menyulitkan kedepan.
Ternyata, dunia industri memiliki konsep yang agak berbeda. Disinilah saya diserang shocking culture dimana lingkungan pengembangan berbeda dari yang saya pikirkan apalagi yang saya harapkan. Semua konsep itu bermuara pada "Semua harus berjalan lancar, bagus, sesuai (business logic dibelakang/backend tidak menjadi fokus utama). Kita akrab dengan deadline. Clean code bukan sebuah pilihan mutlak. Yang penting, semua berjalan lancar. Client senang dan puas. Hitung-hitungan masalah kualitas, ketangguhan, bisa jadi project selanjutnya. Ambil hati client, buat tampilan depan yang menyakinkan dikombinasikan public relation yang handal, jadilah project jutaan rupiah. Bahkan milyaran.
Sebagai seorang backend developer, merangkap frontend developer alias fullstack abal-abal, saya sempat sakit hati. Terutama mendapatkan project lemparan. Apalagi project tanpa version control. Harus baca semua source sambil memahami alur logicnya. Belum lagi code yang terlihat panjang, tidak mengikuti standard coding dengan prinsip asal jalan dan tidak error. Sejenak saya mencoba untuk berfikir positif. Mungkin kemampuanku masih belum cukup untuk membaca alur-alur source code selevel enterprise. Mau tidak mau, aku harus menyatu dengan code/scriptnya itu. Jika tidak, deadline akan menghajar.
Enterprise bukan berarti code-code keren disana sini. Bisa jadi koneksi dan kebutuhan yang membangun semua itu. Dimana ada kebutuhan software, disitu akan ada project. Baik dari perusahaan dengan standard tinggi ataupun perusahaan yang berjuang maksimal. Baik butuh kejar tayang ataupun research matang hasil mumpuni.
Intinya...
Kita bisa saja menyalahkan beberapa orang untuk itu semua. Tapi kita pasti akan tetap berada pada rantai itu. Saling menyalahkan. Tidak semua yang kita inginkan akan kita dapatkan. Kondisi ideal hampir jarang ada, tanpa adanya usaha untuk membentuknya. Intinya, adaptasi dan pelajari lingkunganmu. Ambil pengalaman untuk bekal kedepan.
Sedikit celotehan saya yang masih hijau di dunia IT ini. Sangat butuh koreksi bila ada penyimpangan. Sangat open minded untuk sharing dan berbenah diri. Siapapun yang membaca ini, saya harap kita bisa diskusi panjang dan bisa saling mencerahkan satu sama lain.
Comments
Post a Comment